Kamis, 06 Desember 2012


PERSEPSI

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada kenyataan bahwa sebuah fenomena seringkali dimaknai secara berbeda oleh orang berbeda. Sebagai contoh, hampir semua orang tahu dan boleh jadi mengiyakan bahwa istilah “jam karet” selalu berkonotasi buruk – tidak tepat waktu, tidak menghargai waktu atau suka ngulur-ulur waktu. Meski demikian ada sebagian orang yang melihat sisi positif dari jam karet. Seorang mahasiswa Jepang yang melakukan studi tentang jam karet di Indonesia menganggap bahwa jam karet adalah sebuah kenyataan bahwa orang Indonesia sangat fleksibel. Contoh ini memberi gambaran bahwa fenomena yang sama dimaknai secara berbeda oleh orang yang berbeda. Perbedaan pemaknaan ini salah satunya disebabkan karena sudut pandang dalam melihat fenomena tersebut berbeda sehingga persepsi masing-masing juga berbeda. Contoh ini juga sekaligus mempertegas sebuah postulat bahwa dunia persepsi tidak sama dengan dunia rill.
           
Definisi Persepsi
Persepsi sering didefinisikan sebagai proses kognitif yang memungkinkan seseorang menerima, menyeleksi, menginterpretasikan, memahami dan memaknai stimulus yang berasal dari lingkungan sekitar. Pengertian ini menegaskan bahwa persepsi merupakan sebuah proses yaitu sebuah proses kognitif. Luthan bahkan lebih tegas lagi mengatakan bahwa persepsi adalah sebuah proses kognitif yang tidak sederhana. Dikatakan sebagai proses kognitif karena, 
(1) persepsi bukan merupakan snapshot – potret sesaat terhadap stimulus melainkan sebuah aktivitas berjalan yang berkelanjutan dan 
(2) dalam mempersepsi, seseorang memerlukan pengetahuan untuk memproses informasi yang terkandung dalam setiap stimulus yang hadir dan bisa ditangkap seseorang.


Proses Persepsi
Seperti telah diutarakan sebelumnya, persepsi merupakan proses kognitif yang panjang. Jika disederhanakan (lihat gambar), proses tersebut bermula dari datangnya berbagai macam stimulus. Karena stimulus jumlahnya begitu banyak sementara kapasitas manusia untuk menangkap stimulus tersebut sangat terbatas maka langkah pertama yang dilakukan seseorang adalah menyaringnya dengan alat sensor – biasa disebut sebagai indera penyaring (sensory filters). Dengan menggunakan indera penyaring maka hanya stimulus yang mendatangkan sensasi yang akan kita tangkap dan diproses lebih lanjut. Meski demikian tidak semua sensasi bisa menarik perhatian. Oleh sebab itu sensasi yang ditangkap oleh tubuh dikirim ke otak untuk diproses lebih lanjut. Otak manusia yang berfungsi sebagai alat “penyaring perhatian – attention filters” menyeleksi beberapa sensasi yang perlu mendapat perhatian. Hasilnya, hanya beberapa sensasi yang diproses lebih lanjut menjadi informasi. Pada tahap ini informasi masih acak. Oleh karena itu tahap selanjutnya, tahap terakhir, informasi dikategorisasikan dan ditata (diseleksi ulang) untuk diinterprestasi, dipahami dan dimanaknai. Dari sinilah dilakukan penilaian terhadap stimulus yang datang kepada kita dan untuk selanjutnya dibuat keputusan-keputusan yang benar menurut kriteria kita.

Dari penjelasan ini, bisa dikatakan bahwa proses persepsi terdiri dari tiga komponen utama yaitu: menangkap sensasi, memberi atensi dan mengorganisasi persepsi.

Selain itu, faktor internal juga tidak kalah penting dibandingkan faktor eksternal. Faktor internal berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan perhatian (attention-getting) dan biasanya dipengaruhi oleh latar belakang psikologis seseorang. Dalam hal ini seseorang akan menyeleksi stimulus untuk diberi perhatian tentunya jika stimulus tersebut memiliki daya tarik dan cocok dengan kepribadian, motivasi dan unsur pembelajaran orang tersebut. Sebagai contoh, jika seorang guru berteriak keras untuk menenangkan murid-muridnya yang ribut sendiri, sesungguhnya bukan semata-mata karena intensitas suaranya yang ditinggikan agar menarik perhatian para murid tetapi boleh jadi karena guru tersebut memang memiliki kepribadian yang suka marah. Dari contoh ini bisa dikatakan bahwa baik faktor eksternal maupun internal, secara bersama-sama mempengaruhi proses pemberian atensi/perhatian.

Organisasi Persepsi. 
Setelah melalui tahap kedua yakni menyeleksi stimulus agar bisa diberi perhatian, maka tahap terakhir dari proses persepsi adalah melakukan tindakan segera setelah menerima informasi. Tahapan ini sering disebut sebagai mengorganisasi persepsi (perceptual organization). Yang dimaksud dengan mengorganisasi persepsi tidak lain adalah proses mengorganisasi dan menginterpretasi sensasi-sensasi, yang telah diubah menjadi informasi, menjadi pola yang mudah dipahami sehingga bisa memberi makna bagi orang yang mempersepsi (perceiver). Suara, aroma atau bentuk gambar visual (visual image) seringkali datang kepada kita masih bercampur baur. Oleh karena itu jika kita mampu menangkapnya selanjutnya kita mulai mencoba mengubahnya menjadi informasi. Setelah itu langkah selanjutnya adalah mengorganisasi dan mengkategorisasikannya kedalam kelompok-kelompok persepsi yang diharapkan bisa memberi makna.       

Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu: individu yang melakukan persepsi, obyek yang dipersepsi dan konteks yang melingkupi terjadinya persepsi

Orang yang Mempersepsi (Perceiver)
Ketika seseorang melihat sebuah obyek yang disebut target untuk dipersepsi dan mencoba menginterpretasikan apa yang ia lihat maka hasil interpretasinya sangat tergantung pada dan dipengaruhi oleh karakteristik personal orang tersebut, termasuk didalamnya: kepribadian dan sikap, motivasi, interest dan pengalaman masa lalu, dan harapan seseorang.

Obyek yang dipersepsi (target)
Faktor kedua yang mempengaruhi persepsi adalah obyek atau target persepsi. Dalam hal ini perhatian terhadap obyek atau target persepsi akan difokuskan pada obyek manusia atau kegiatan sosial yang melibatkan manusia. Kedua obyek ini menjadi fokus perhatian karena mempersepsi manusia dan kegiatan sosial yang melibatkan manusia jauh lebih sulit dan lebih menantang ketimbang mempersepsi obyek yang bersifat fisik.
Ada tiga karakteriatik yang mempengaruhi obyek yang dipersepsikan yaitu tampilan, komunikasi dan status.

Konteks atau situasi
Proses mempersepsi seringkali tidak bisa dipisahkan dari konteks atau situasi pada saat persepsi tersebut berlangsung. Konteks atau situasi bahkan memainkan peran penting dalam proses mempersepsi. Di satu sisi konteks terkadang bisa menambah informasi tentang obyek yang dipersepsi. Di sisi lain, konteks juga sering berperan sebagai filter yang menghalangi proses mempersepsi. Secara umum, konteks yang mempengaruhi persepsi adalah budaya organisasi dan lingkungan tempat kerja.

Kesalahan dalam Persepsi
Secara umum jenis-jenis kesalahan dalam mempersepsi diantaranya adalah: stereotype, halo effect, mempertahankan persepsi, mempresepsi sebagian, kepribadian, proyeksi dan kesan.

Stereotype
Yang dimaksud dengan stereotype adalah kecenderungan melihat orang bukan berdasarkan perilaku individual orang tersebut tetapi berdasarkan perilaku kelompoknya. Stereotype biasanya didasarkan pada jenis kelamin, ras, umur, agama, kewarganegaraan, atau pekerjaan.
           
Halo effect.
Halo effect hampir sama dengan stereotype. Bedanya adalah dalam halo effect orang yang mempersepsi mempergunakan satu kepribadian seseorang sebagai dasar untuk menilai orang tersebut secara keseluruhan. Salah satu aplikasi penting dalam kesalahan mempersepsi yang disebabkan karena halo effect adalah ketika seorang supervisor menilai kinerja bawahan. Jika misalnya salah satu atribut dari orang yang dinilai kinerjanya mempengaruhi persepsi Sang Supervisor dan sang Supervisor mengaitkannya dengan atribut lain yang tidak relevan dengan penilaian kinerja, bukan tidak mungkin penilaian kinerja yang dilakukan supervisor tidak fair dan menyesatkan

Perceptual defence
Kadang-kadang kita berhadapan dengan stimulus yang membuat kita sendiri merasa malu atau mengancam diri kita. Oleh karena itu bukan tidak mungkin kita enggan menghadapinya. Kondisi semacam ini disebut perceptual defence. Informasi yang secara personal akan mengancam kedudukan kita atau secara kultural tidak bisa diterima biasanya cenderung diabaikan kecuali informasi tersebut datang bertubi-tubi.

Mempersepsi secara selektif
Yang dimaksud dengan mempersepsi secara selektif adalah proses menyaring informasi secara sistematis untuk hal-hal yang tidak ingin kita dengar. Proses ini biasanya terjadi sebagai respon atas hal-hal yang tidak menyenangkan yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Membuat teori kepribadian sendiri
Karena kita sering berinteraksi dengan beberapa kelompok orang, misalnya dengan orang-orang akuntansi, asuransi, seniman, atau pegawai negeri, kita biasanya kenyang pengalaman dan paham betul dengan perilaku kelompok-kelompok orang tersebut. Oleh karena itu kita cenderung membuat teori sendiri mengenai profil kepribadian kelompok-kelompok orang tersebut. Misalnya akuntan adalah orang yang pemalu, jujur, patuh, tidak asertif, dan berkata lembut. Sementara orang-orang asuransi memiliki kepribadian sebaliknya. Dalam batas-batas tertentu boleh jadi profil yang kita buat cukup akurat, tidak banyak keliru. Berdasarkan pengalaman ini pula tidak jarang kita bisa secara cepat dan akurat mempersepsi kelompok orang tersebut. Meski demikian kita tidak boleh lupa bahwa setiap orang mempunyai kekhasan tersendiri sehingga teori yang kita buat sesungguhnya hanya sebagai ancar-ancar saja agar bisa mengkategorikan kelompok orang. Jika mencermati lebih detail boleh jadi situasinya berbeda. Misalnya, tidak selalu orang yang merasa bahagia dalam pekerjaannya, pasti orang yang lebih produktif.

Menggunakan karakteristik diri sendiri untuk menilai orang lain. 
Seringkali ketika menilai orang lain menggunakan karakteristik yang kita miliki. Bahasa simboliknya mengukur sepatu orang dengan ukuran sepatu kita. Cara penilaian seperti ini biasa disebut sebagai projection. Seperti halnya kesalahan dam mempersepsi, projection juga bisa menjadi cara yang efisien untuk mempersepsi orang lain. Permasalahan yang berkaitan dengan projection adalah bukan sekedar menilai orang lain dengan karakteristik diri sendiri tetapi lebih dari itu yakni menilai secara negatif perilaku orang lain meski orang lain tersebut sesungguhnya tidak berperilaku demikian. Penilaian negatif kepada orang lain tersebut lebih disebabkan karena diri kita sendiri yang sesungguhnya berperilaku negatif namun kita tidak mau mengakuinya sehingga ditimpakan kepada orang lain. Dalam bahasa Sigmund Freud upaya ini disebut mekanisme mempertahankan diri sendiri (self defense mechanism) yang tujuannya adalah untuk memproteksi diri sendiri dan seolah-olah kita mampu menghadapi orang lain yang dianggap tidak sempurna.

Kesan pertama
Tidak jarang ketika kita bertemu pertama kali dengan orang lain kita mempunyai kesan tertentu, entah kesan baik atau buruk. Namun seringkali kita terpengaruh terhadap kesan pertama tersebut dan dijadikan dasar untuk memberi penilaian berikutnya.

Manajemen Impresi
Uraian terakhir yang berkaitan dengan kesalahan mempersepsi adalah persoalan kesan pertama (first impression). Seperti dijelaskan dimuka, kesan pertama seringkali mengecoh orang lain. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut, agar tidak terkecoh, pihak lawan juga perlu melakukan hal yang sama yang disebut manajemen impresi. Seperti dikatakan Luthan yang dimaksud dengan manajemen impresi (impression management) adalah sebuah proses sebagai bentuk upaya untuk memanaj atau mengendalikan impresi yang dilakukan orang lain kepada diri kita. Sederhananya, manajemen impresi merupakan upaya untuk meng-counter tindakan manipulatif yang dilakukan orang lain melalui pembentukan kesan pertama. Secara umum proses manajemen impresi melibatkan dua komponen utama yaitu 
(1) motivasi yang melandasi seseorang melakukan impresi dan 
(2) konstruksi impresi.

Strategi manajemen impresi.             
Ada dua strategi yang bisa dilakukan seorang karyawan dalam penerapan manajemen impresi. Jika seorang karyawan ingin meminimalkan tanggungjawab terhadap kejadian yang tidak menguntungkan atau keluar dari masalah yang selama ini mengganggu dirinya, bisa dilakukan strategi preventif (demotion-preventive strategy). Sedangkan jika ia menginginkan tanggungjawab maksimal terhadap sebuah hasil kegiatan yang dinilai positif bagi dirinya atau paling tidak dirinya tampak lebih baik, ia bisa melakukan strategi promosi diri (promotion-enhancing strategy). Untuk mengetahui lebih jauh tentang karakteristik kedua strategi tersebut silakan And abaca di BMP yang telah Anda miliki.

Self-fulfilling Prophecy
Salah satu aplikasi penting dari pemahaman kita tentang proses persepsi dalam perilaku organisasi adalah sebuah konsep yang disebut self-fulfilling prophecy. Yang dimaksud dengan self-fulfilling prophecy adalah sebuah proses yang menjelaskan bagaimana harapan yang berada pada pikiran seseorang, misalnya seorang guru atau peneliti, mempengaruhi perilaku orang lain, seperti murid atau obyek lain, sehingga orang yang dipikirkan pada akhirnya bisa memenuhi harapan orang pertama yang memikirkan.

Teori Atribusi
Pada intinya, teori atribusi menjelaskan tentang siapa yang harus tanggungjawab terhadap proses kognitif berkaitan dengan perilaku seseorang – apakah perilaku tersebut disebabkan karena kepribadiannya atau karena dorongan lingkungan. Secara umum simpulan dari teori atribusi adalah sebagai berikut:
1.  Ketika kita mengobservasi perilaku orang lain, kita cenderung mengatakan bahwa perilaku orang lain tersebut lebih disebabkan karena kepribadiannya dan faktor lingkungan sangat sedikit pengaruhnya.
2.   Ketika kita menjelaskan prilaku kita, kita cenderung mengatakan bahwa prilaku tersebut lebih disebabkan karena dorongan lingkungan bukan karena kepribadian.
3. Dalam hubungan sebab akibat, ketika mengobservasi keberhasilan atau kegagalan orang lain kita cenderung mengkaitkan keberhasilan dengan kepribadiannya dan kegagalan dengan faktor lingkungan.
4.   Dalam menilai kinerja karyawan, kinerja yang jelek biasanya dikaitkan dengan faktor internal karyawan, khususnya jika dampak dari buruknya kinerja tersebut sangat serius.
5.   Karyawan cenderung mengaitkan keberhasilannya dengan faktor internal dan kegagalannya dengan faktor eksternal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar