PERSEPSI
Dalam kehidupan
sehari-hari kita sering dihadapkan pada kenyataan bahwa sebuah fenomena
seringkali dimaknai secara berbeda oleh orang berbeda. Sebagai contoh, hampir semua
orang tahu dan boleh jadi mengiyakan bahwa istilah “jam karet” selalu
berkonotasi buruk – tidak tepat waktu, tidak menghargai waktu atau suka
ngulur-ulur waktu. Meski demikian ada sebagian orang yang melihat sisi positif
dari jam karet. Seorang mahasiswa Jepang yang melakukan studi tentang jam karet
di Indonesia menganggap bahwa jam karet adalah sebuah kenyataan bahwa orang
Indonesia sangat fleksibel. Contoh ini memberi gambaran bahwa fenomena yang
sama dimaknai secara berbeda oleh orang yang berbeda. Perbedaan pemaknaan ini
salah satunya disebabkan karena sudut pandang dalam melihat fenomena tersebut
berbeda sehingga persepsi masing-masing juga berbeda. Contoh ini juga sekaligus
mempertegas sebuah postulat bahwa dunia persepsi tidak sama dengan dunia rill.
Definisi
Persepsi
Persepsi sering
didefinisikan sebagai proses kognitif yang memungkinkan seseorang menerima,
menyeleksi, menginterpretasikan, memahami dan memaknai stimulus yang berasal
dari lingkungan sekitar. Pengertian ini menegaskan bahwa persepsi merupakan sebuah proses yaitu
sebuah proses kognitif. Luthan bahkan lebih tegas lagi mengatakan bahwa
persepsi adalah sebuah proses kognitif yang tidak sederhana. Dikatakan sebagai
proses kognitif karena,
(1) persepsi bukan merupakan snapshot – potret sesaat terhadap stimulus melainkan sebuah
aktivitas berjalan yang berkelanjutan dan
(2) dalam mempersepsi, seseorang
memerlukan pengetahuan untuk memproses informasi yang terkandung dalam setiap
stimulus yang hadir dan bisa ditangkap seseorang.
Proses
Persepsi
Seperti telah
diutarakan sebelumnya, persepsi merupakan proses kognitif yang panjang. Jika
disederhanakan (lihat gambar), proses tersebut bermula dari datangnya berbagai
macam stimulus. Karena stimulus jumlahnya begitu banyak sementara kapasitas
manusia untuk menangkap stimulus tersebut sangat terbatas maka langkah pertama
yang dilakukan seseorang adalah menyaringnya dengan alat sensor – biasa disebut
sebagai indera penyaring (sensory filters). Dengan menggunakan indera penyaring
maka hanya stimulus yang mendatangkan sensasi yang akan kita tangkap dan
diproses lebih lanjut. Meski demikian tidak semua sensasi bisa menarik
perhatian. Oleh sebab itu sensasi yang ditangkap oleh tubuh dikirim ke otak
untuk diproses lebih lanjut. Otak manusia yang berfungsi sebagai alat
“penyaring perhatian – attention filters” menyeleksi beberapa sensasi yang
perlu mendapat perhatian. Hasilnya, hanya beberapa sensasi yang diproses lebih
lanjut menjadi informasi. Pada tahap ini informasi masih acak. Oleh karena itu
tahap selanjutnya, tahap terakhir, informasi dikategorisasikan dan ditata
(diseleksi ulang) untuk diinterprestasi, dipahami dan dimanaknai. Dari sinilah
dilakukan penilaian terhadap stimulus yang datang kepada kita dan untuk
selanjutnya dibuat keputusan-keputusan yang benar menurut kriteria kita.
Dari penjelasan
ini, bisa dikatakan bahwa proses persepsi terdiri dari tiga komponen utama
yaitu: menangkap sensasi, memberi atensi dan mengorganisasi persepsi.
Selain itu, faktor internal juga tidak kalah penting
dibandingkan faktor eksternal. Faktor internal berfungsi sebagai alat untuk
mendapatkan perhatian (attention-getting) dan biasanya dipengaruhi oleh latar
belakang psikologis seseorang. Dalam hal ini seseorang akan menyeleksi stimulus
untuk diberi perhatian tentunya jika stimulus tersebut memiliki daya tarik dan
cocok dengan kepribadian, motivasi dan unsur pembelajaran orang tersebut.
Sebagai contoh, jika seorang guru berteriak keras untuk menenangkan murid-muridnya
yang ribut sendiri, sesungguhnya bukan semata-mata karena intensitas suaranya
yang ditinggikan agar menarik perhatian para murid tetapi boleh jadi karena
guru tersebut memang memiliki kepribadian yang suka marah. Dari contoh ini bisa
dikatakan bahwa baik faktor eksternal maupun internal, secara bersama-sama
mempengaruhi proses pemberian atensi/perhatian.
Organisasi
Persepsi.
Setelah melalui tahap kedua yakni
menyeleksi stimulus agar bisa diberi perhatian, maka tahap terakhir dari proses
persepsi adalah melakukan tindakan segera setelah menerima informasi. Tahapan
ini sering disebut sebagai mengorganisasi persepsi (perceptual organization).
Yang dimaksud dengan mengorganisasi persepsi tidak lain adalah proses
mengorganisasi dan menginterpretasi sensasi-sensasi, yang telah diubah menjadi
informasi, menjadi pola yang mudah dipahami sehingga bisa memberi makna bagi
orang yang mempersepsi (perceiver). Suara, aroma atau bentuk gambar
visual (visual image) seringkali datang kepada kita masih bercampur baur. Oleh
karena itu jika kita mampu menangkapnya selanjutnya kita mulai mencoba
mengubahnya menjadi informasi. Setelah itu langkah selanjutnya adalah
mengorganisasi dan mengkategorisasikannya kedalam kelompok-kelompok persepsi
yang diharapkan bisa memberi makna.
Faktor yang
Mempengaruhi Persepsi
Ada tiga faktor
yang mempengaruhi persepsi yaitu: individu yang melakukan persepsi, obyek yang
dipersepsi dan konteks yang melingkupi terjadinya persepsi
Orang
yang Mempersepsi (Perceiver)
Ketika seseorang melihat sebuah obyek yang
disebut target untuk dipersepsi dan mencoba menginterpretasikan apa yang ia lihat maka hasil
interpretasinya sangat tergantung pada dan dipengaruhi oleh karakteristik
personal orang tersebut, termasuk didalamnya: kepribadian dan sikap, motivasi, interest dan
pengalaman masa lalu, dan harapan seseorang.
Obyek
yang dipersepsi (target)
Faktor kedua yang
mempengaruhi persepsi adalah obyek atau target persepsi. Dalam hal ini
perhatian terhadap obyek atau target persepsi akan difokuskan pada obyek
manusia atau kegiatan sosial yang melibatkan manusia. Kedua obyek ini menjadi
fokus perhatian karena mempersepsi manusia dan kegiatan sosial yang melibatkan
manusia jauh lebih sulit dan lebih menantang ketimbang mempersepsi obyek yang
bersifat fisik.
Ada tiga karakteriatik yang mempengaruhi obyek yang dipersepsikan yaitu
tampilan, komunikasi dan
status.
Konteks
atau situasi
Proses mempersepsi
seringkali tidak bisa dipisahkan dari konteks atau situasi pada saat persepsi
tersebut berlangsung. Konteks atau situasi bahkan memainkan peran penting dalam
proses mempersepsi. Di satu sisi konteks terkadang bisa menambah informasi
tentang obyek yang dipersepsi. Di sisi lain, konteks juga sering berperan
sebagai filter yang menghalangi proses mempersepsi. Secara umum, konteks yang
mempengaruhi persepsi adalah budaya organisasi dan lingkungan tempat kerja.
Kesalahan
dalam Persepsi
Secara umum
jenis-jenis kesalahan dalam mempersepsi diantaranya adalah: stereotype, halo effect, mempertahankan
persepsi, mempresepsi sebagian, kepribadian, proyeksi dan kesan.
Stereotype.
Yang dimaksud dengan stereotype adalah kecenderungan melihat orang
bukan berdasarkan perilaku individual orang tersebut tetapi berdasarkan perilaku kelompoknya.
Stereotype biasanya didasarkan pada jenis kelamin, ras, umur, agama,
kewarganegaraan, atau pekerjaan.
Halo
effect.
Halo effect hampir sama dengan stereotype. Bedanya adalah dalam halo effect
orang yang mempersepsi mempergunakan satu kepribadian seseorang sebagai dasar
untuk menilai orang tersebut secara keseluruhan. Salah satu aplikasi
penting dalam kesalahan mempersepsi yang disebabkan karena halo effect adalah
ketika seorang supervisor menilai kinerja bawahan. Jika misalnya salah satu
atribut dari orang yang dinilai kinerjanya mempengaruhi persepsi Sang
Supervisor dan sang Supervisor mengaitkannya dengan atribut lain yang tidak
relevan dengan penilaian kinerja, bukan tidak mungkin penilaian kinerja yang
dilakukan supervisor tidak fair dan menyesatkan
Perceptual
defence.
Kadang-kadang kita berhadapan dengan stimulus
yang membuat kita sendiri merasa malu atau mengancam diri kita. Oleh karena itu
bukan tidak mungkin kita enggan menghadapinya. Kondisi semacam ini disebut perceptual
defence. Informasi yang secara personal akan mengancam kedudukan kita atau
secara kultural tidak bisa diterima biasanya cenderung diabaikan kecuali
informasi tersebut datang bertubi-tubi.
Mempersepsi
secara selektif.
Yang dimaksud dengan mempersepsi
secara selektif adalah proses menyaring informasi secara sistematis untuk
hal-hal yang tidak ingin kita dengar. Proses ini biasanya terjadi sebagai
respon atas hal-hal yang tidak menyenangkan yang pernah terjadi pada masa-masa
sebelumnya.
Membuat
teori kepribadian sendiri.
Karena kita sering
berinteraksi dengan beberapa kelompok orang, misalnya dengan orang-orang
akuntansi, asuransi, seniman, atau pegawai negeri, kita biasanya kenyang
pengalaman dan paham betul dengan perilaku kelompok-kelompok orang tersebut. Oleh karena itu kita cenderung
membuat teori sendiri mengenai profil kepribadian kelompok-kelompok orang
tersebut. Misalnya akuntan adalah orang yang pemalu, jujur, patuh, tidak
asertif, dan berkata lembut. Sementara orang-orang asuransi memiliki
kepribadian sebaliknya. Dalam batas-batas tertentu boleh jadi profil yang kita
buat cukup akurat, tidak banyak keliru. Berdasarkan pengalaman ini pula tidak
jarang kita bisa secara cepat dan akurat mempersepsi kelompok orang tersebut.
Meski demikian kita tidak boleh lupa bahwa setiap orang mempunyai kekhasan
tersendiri sehingga teori yang kita buat sesungguhnya hanya sebagai ancar-ancar
saja agar bisa mengkategorikan kelompok orang. Jika mencermati lebih detail
boleh jadi situasinya berbeda. Misalnya, tidak selalu orang yang merasa bahagia
dalam pekerjaannya, pasti orang yang lebih produktif.
Menggunakan
karakteristik diri sendiri untuk menilai orang lain.
Seringkali ketika menilai
orang lain menggunakan karakteristik yang kita miliki. Bahasa simboliknya
mengukur sepatu orang dengan ukuran sepatu kita. Cara penilaian seperti ini
biasa disebut sebagai projection. Seperti halnya kesalahan dam
mempersepsi, projection juga bisa
menjadi cara yang efisien untuk mempersepsi orang lain. Permasalahan yang berkaitan
dengan projection adalah bukan
sekedar menilai orang lain dengan karakteristik diri sendiri tetapi lebih dari
itu yakni menilai secara negatif perilaku orang lain meski orang lain tersebut
sesungguhnya tidak berperilaku demikian. Penilaian negatif kepada orang lain
tersebut lebih disebabkan karena diri kita sendiri yang sesungguhnya berperilaku negatif namun kita
tidak mau mengakuinya sehingga ditimpakan kepada orang lain. Dalam bahasa
Sigmund Freud upaya ini disebut mekanisme mempertahankan diri sendiri (self
defense mechanism) yang tujuannya adalah untuk memproteksi diri sendiri dan
seolah-olah kita mampu menghadapi orang lain yang dianggap tidak sempurna.
Kesan
pertama.
Tidak jarang ketika kita bertemu pertama kali
dengan orang lain kita mempunyai kesan tertentu, entah kesan baik atau buruk.
Namun seringkali kita terpengaruh terhadap kesan pertama tersebut dan dijadikan
dasar untuk memberi penilaian berikutnya.
Manajemen
Impresi
Uraian terakhir
yang berkaitan dengan kesalahan mempersepsi adalah persoalan kesan pertama
(first impression). Seperti dijelaskan dimuka, kesan pertama seringkali
mengecoh orang lain. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut, agar tidak
terkecoh, pihak lawan juga perlu melakukan hal yang sama yang disebut manajemen
impresi. Seperti dikatakan Luthan yang dimaksud dengan manajemen impresi
(impression management) adalah sebuah proses sebagai bentuk upaya untuk memanaj
atau mengendalikan impresi yang dilakukan orang lain kepada diri kita.
Sederhananya, manajemen impresi merupakan upaya untuk meng-counter tindakan manipulatif yang dilakukan orang lain melalui
pembentukan kesan pertama. Secara umum proses manajemen impresi melibatkan dua
komponen utama yaitu
(1) motivasi yang melandasi seseorang melakukan impresi
dan
(2) konstruksi impresi.
Strategi
manajemen impresi.
Ada
dua strategi yang bisa dilakukan seorang karyawan dalam penerapan manajemen
impresi. Jika seorang karyawan ingin meminimalkan tanggungjawab terhadap
kejadian yang tidak menguntungkan atau keluar dari masalah yang selama ini
mengganggu dirinya, bisa dilakukan strategi preventif (demotion-preventive
strategy). Sedangkan jika ia menginginkan tanggungjawab maksimal terhadap
sebuah hasil kegiatan yang dinilai positif bagi dirinya atau paling tidak
dirinya tampak lebih baik, ia bisa melakukan strategi promosi diri
(promotion-enhancing strategy). Untuk
mengetahui lebih jauh tentang karakteristik kedua strategi
tersebut silakan And abaca di BMP
yang telah Anda miliki.
Self-fulfilling
Prophecy
Salah satu aplikasi
penting dari pemahaman kita tentang proses persepsi dalam perilaku organisasi adalah
sebuah konsep yang disebut self-fulfilling prophecy. Yang dimaksud
dengan self-fulfilling prophecy adalah sebuah proses yang menjelaskan
bagaimana harapan yang berada pada pikiran seseorang, misalnya seorang guru
atau peneliti, mempengaruhi perilaku orang lain, seperti murid atau obyek lain,
sehingga orang yang dipikirkan pada akhirnya bisa memenuhi harapan orang
pertama yang memikirkan.
Teori Atribusi
Pada intinya, teori
atribusi menjelaskan tentang siapa yang harus tanggungjawab terhadap proses
kognitif berkaitan dengan perilaku seseorang – apakah perilaku tersebut
disebabkan karena kepribadiannya atau karena dorongan lingkungan. Secara umum
simpulan dari teori atribusi adalah sebagai berikut:
1. Ketika kita
mengobservasi perilaku orang lain, kita cenderung mengatakan bahwa perilaku orang lain tersebut lebih disebabkan karena kepribadiannya dan faktor lingkungan sangat
sedikit pengaruhnya.
2. Ketika kita
menjelaskan prilaku kita, kita cenderung mengatakan bahwa prilaku tersebut
lebih disebabkan karena dorongan lingkungan bukan karena kepribadian.
3. Dalam
hubungan sebab akibat, ketika mengobservasi keberhasilan atau kegagalan orang
lain kita cenderung mengkaitkan keberhasilan dengan kepribadiannya dan
kegagalan dengan faktor lingkungan.
4. Dalam menilai
kinerja karyawan, kinerja yang jelek biasanya dikaitkan dengan faktor internal
karyawan, khususnya jika dampak dari buruknya kinerja tersebut sangat serius.
5. Karyawan
cenderung mengaitkan keberhasilannya dengan faktor internal dan kegagalannya
dengan faktor eksternal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar